Jumat, 28 Maret 2014

mungkinsaja



Entah telah berapa banyak buku ku baca untuk menghibur diri
Tapi tak kunjung dapat berdamai
Entah berapa jiwa yang kusapa tapi tak kunjung dapat mengikis perasaan yg antah berantah
Aku ingin pulang, barang sejam saja
Merasakan hangat pelukan mama, belaian kasih bapak
Terdengar sangat cengang, tapi ini kebutuhan
Melebihi kebutuhan akan makan dan minum

rindu ondenk "kecil"



namaku ondeng, begitu orang-orang dekatku memanggilku. nama itu berasal dari bahasa nenek moyangku (selayar) yang berarti tubuh pendek dan gemuk -singkatnya badan bulat-, nama itu pemberian dari kakek dan sesuai fakta masa kecilku (mungkin juga saat ini) :D
aku lahir di tanah yang tidak bisa disebut kota, apalagi kota besar. masih syukur dapat nama desa.
tidak berlebihan bila desa tempat kelahiranku menjadi damai dengan apa yang alam berikan, laut yang bersahabat dan tanah subur nan menjanjikan kehidupan layak,
namaku ondeng-begitu orang2 terdekatku memanggil-
satu hal yang ku rindukan adalah berangkat sekolah dengan rambut berponi, berjalan beriringan dan uang saku 300 rupiah-bekal untuk beli es mambo dan pentolan- dan berharap disekolah (TK) bisa nyanyi dan main bareng teman. simple bukan? tidak ada gedget keren yang bisa dijadikan mainan, musim permainan berganti mulai dari karet, kelereng, wayang, sampe musim serpok (alat permainan dari bambu semacam pistol dengan peluru kertas yang dibasahi dengan cara dikunyah), begitulah anak desa sepertiku menikmati masa kecil.
setiap sore, waktu ku habiskan dengan bermain dan menjaga kios kecil milik nenek, melayani pedagang atau sekedar membantu memilah dan memilih hasil kebun yang dibawa kakek dari kebun yang sekiranya layak untuk dijual, sering kakek memberiku hadiah berupa jambu biji besar dan menggiurkan atau buah sawo yang menjanjikan kesegaran. kejutan kecil nan manis dipenghujung hari.
ketika senja mulai merayu untu kembali ke peraduannya aku mengambil sebilah tongkat andalanku sekaligus teman kerjaku berangkat menggiring itik untuk kembali ke kandangnya, saat paling menyenangkan adalah mengumpulkan telur itik di dalam kandang, bau yang menggoda hasil perpaduan antara kotoran dan makanan itik tak sebanding dengan membayangkan makan malam dengan telur itik apalagi dengan iming-iming uang saku lebih (200 rupiah)  esok hari. tak banyak mimpi yang ku panjatkan sebelum tidur ketika itu, berharap esok pagi nnek ingat akan janjinya tentang tambahan uang saku. itu saja :)
namaku ondeng-begitu orang2 terdekatku memanggil-
hal paling menyenangkan lainnya adalah berdiri dengan gagah bak arits di pilem-pilem di bagian depan vespa keluaran tahun 80an kakek alle-begitu aku memanggil beliau- menyusuri desa, menikmati angin laut berhembus dan sesekali berpapasan dengan burung pipit sore, kala itu pun aku tak banyak berdo'a, do'aku hanya esok ketika liburan tiba mamak, bapak dan adikku datang dari desa pelosok tempat mamak mengabdi pada negeri.
yah, aku tnggal terpisah dengan keluarga kecilku ketika aku masih sangat kecil, mamak harus menunaikan kewajibnya sebagai abdi negara dengan mengajar di satu desa pelosok dan tida terjangkau akses apapun, karena kau kawanku, besok lusa akan kuceritakan padmu bagaimana desa itu mengajarkanku  tentang kesedrahanaan.
aku ingat, karena setiap hari jajanan di sekolahku adalah es mambo, aku sering mengalami pembengkakan amandel, bila siangnya disekolah aku ngeyel makan es mambo, maka harga matinya adalah sore demam akan menyerang hebat dan dengan waktu bersamaan nenek akan berpidato panjang dan retoris tentang bahaya es mambo sembari "memaksaku" mengkonsumsi tebu yang dibelinya dari petani yang lewat samping kios. Dan sejurus kemudian demam akan turun sendirinya tak perlu paracetamol atau apalah nama obat berbahan kimia bak malaikat peyambung hidup. esok lusa kalian aka temukan banyak orang2 modern menyebutnya sebagai penemuan mutakhir.
namaku ondeng-begitu orang2 terdekatku memanggil-
tak rumit menjelaskan siluet bahagia masa kecilku, jelas dan pastinya membekas, dan aku rindu melebihi rinduku pada ombak dan batu karang di desaku :D



Jumat, 03 Januari 2014

adil, tenang saja


Kau tau?

Katika hujan tumpah ruh seolah sedang mengamuk kepada tanah.

Dan seoraang gadis menunggu resah di depan gerbang hijau berlindung paying, menunggu serpihan hatinya yang tak kunjung datang

Dan 5 KM dari gerbang  hijau, seorang pemuda yang 5 menit pertama berharap cemas, semoga lagit menghentikan tangisannya.

Dan 10 menit selanjutnya sibuk menebak-nebak perasaan serpihan hatinya di depan gerbang, takut sang putri kemudian masuk dan menangis, hawatir ada pemuda lain yang datang lebih dulu. Gundah

Dan 30 menit terakhir sepurna sudah murkanya, si pemuda sibuk mengumpat hujan, serapah langit yang tak kunjung  berdamapi dengan perasaannya. Gusar

Dan taukah kau?

Di ujung perempatan jalan sana, di sebuah taman gedung yang sudah usang.

Dua tangkai mawar merah,  yang dalam hitungan jam akan sempurna layu dan bersatu kembali dengan tanah

Dan dua tangkai saat ini sedang bersyukur penuh takzim.

Mengucap puji atas pengendali langit, serta berterma kasih pada hujan

Sang Pengendali langit teelah mengirim risalah kehidupan lewat hujan.

Membawa turunn titah bahwa hidup akan berlanjut.

Dan kau tau??

Apa yang kemudian terjadi setelah dua malam minggu dua serpihan hati itu saling merajuk, sibuk meminta maaf dan sulit memaafkan, sibuk masing-masing menyalahkan hujan, memastikan yang salah adalah ribuan tetes bening dari langit itu?

Taukah kau? Apa yang kemudian yang berhasil mencipatakan senyum manis di bibir gadis itu?

Setangkai mawar merah.

Setangkai mawar merah yang dibawa serpihan hatinya dari depan gedung kusam itu.

Dan kau tau. Apa yang terjadi dengan satangkai mawar lainnya?

Ia merontokkan bunganya dan membiarkan dirinya terkikis waktu, ia telah kehilangan bagian jiwanya. Perih.