Jumat, 03 Januari 2014

adil, tenang saja


Kau tau?

Katika hujan tumpah ruh seolah sedang mengamuk kepada tanah.

Dan seoraang gadis menunggu resah di depan gerbang hijau berlindung paying, menunggu serpihan hatinya yang tak kunjung datang

Dan 5 KM dari gerbang  hijau, seorang pemuda yang 5 menit pertama berharap cemas, semoga lagit menghentikan tangisannya.

Dan 10 menit selanjutnya sibuk menebak-nebak perasaan serpihan hatinya di depan gerbang, takut sang putri kemudian masuk dan menangis, hawatir ada pemuda lain yang datang lebih dulu. Gundah

Dan 30 menit terakhir sepurna sudah murkanya, si pemuda sibuk mengumpat hujan, serapah langit yang tak kunjung  berdamapi dengan perasaannya. Gusar

Dan taukah kau?

Di ujung perempatan jalan sana, di sebuah taman gedung yang sudah usang.

Dua tangkai mawar merah,  yang dalam hitungan jam akan sempurna layu dan bersatu kembali dengan tanah

Dan dua tangkai saat ini sedang bersyukur penuh takzim.

Mengucap puji atas pengendali langit, serta berterma kasih pada hujan

Sang Pengendali langit teelah mengirim risalah kehidupan lewat hujan.

Membawa turunn titah bahwa hidup akan berlanjut.

Dan kau tau??

Apa yang kemudian terjadi setelah dua malam minggu dua serpihan hati itu saling merajuk, sibuk meminta maaf dan sulit memaafkan, sibuk masing-masing menyalahkan hujan, memastikan yang salah adalah ribuan tetes bening dari langit itu?

Taukah kau? Apa yang kemudian yang berhasil mencipatakan senyum manis di bibir gadis itu?

Setangkai mawar merah.

Setangkai mawar merah yang dibawa serpihan hatinya dari depan gedung kusam itu.

Dan kau tau. Apa yang terjadi dengan satangkai mawar lainnya?

Ia merontokkan bunganya dan membiarkan dirinya terkikis waktu, ia telah kehilangan bagian jiwanya. Perih.