Rabu, 26 Juli 2017

Di balik puisi

Di balik puisi
Aku bersembunyi
Sembunyi dari rindu tak berkesudahan
Dalam setiap barisnya
Ku simpan rintik air mata kepedihan
Di balik katanya rahasia bercerita.

Di balik puisi
Aku bercerita tentang kenangan juga angan
Karena membacanya berarti menapak
Masuk ke dalam labirin waktu.
Tersesat.

Di balik puisi
Ada sapa yang tercekat
Tertahan dalam gemuruh di dalam sana
Tak peduli tumpah basah kertas putih
Nyanyian itu tetap saja berputar pada keping piringnya

Di balik puisi
Takkah kau temukan dirimu di sana?
Bersama derai rindu yang menjelma jadi kata
Takkah kau lihat dirimu di baliknya?
Menari menjadi lakon utama.

Di balik puisi
Ku biarkan nestapa membiru
Ku ijinkan sukma membeku
Ku biarkan juga kau bersemayam

Di balik puisi
Aku menari sendiri
Diiringi nyanyian melankoli
Bertemankan temaram senja hari
Menjemput malam dengan sepi.
Sendiri.

Di balik puisi

~Depok
26/7/2017

Selasa, 11 Juli 2017

Sampai kapan anak dibohongi?

Saya sedang menunggu keberangkatan pesawat ketika menulis ini. Dari sela-sela kursi tempat saya duduk, saya mendengar suara seorang Ibu yang sedanng mengatur anak-anaknya. Dari sekian banyak kata yang diucapkannya, saya mendengar kata ini "Nak, di pesawat  kita harus pakai jaket dan jilbab kalo ndak nanti dimarahin pilot".
Saya terenyuh. Saya menoleh ke arah sumber suara. Dari sela-sela kursi saya melihat anak seumuran 4 tahun bersmaa kedua orang tuanya.
Dia anak yang ditegur Ibunya tadi karena ingin melepas jilbab dan jaketnya.
Mau sampai kapan kita berbohong pada anak? Menjejali ketakutan-ketakutan sesaat hanya untuk mendapat kepatuhan sesaat.
Saya pikir mungkin karena saya belum menjadi Ibu,  jadi saya belum terfikir alasan mengapa harus berbohong pada anak. Tapi, dari sekian banyak diksi kata, jenis kalimat dan redaksi, mengapa orang tua harus berbohong? Bukankah jelas sekali anak menyerap sekaligus mereplikasi banyak hal dari orang tuanya?
Banyak sekali contoh kebohongan yang sering kita dengar dari orang tua, kebohongan untuk menakut-nakuti agar anak patuh, agar anak menyelesaikan yang diinginkan. Misalnya saja kata "ayo makannya dihabisin dulu sayang, kalo gak makan nanti ditangkap pak polisi lho?" dikehidupan orang dewasa yang nyata, tidak ada satupun saya mendengar berita ada polisi yang menangkap tangan orang yang tidak menghabiskan makanannya. Lucu bukan? Kita menggunakan 'ketidaktahuan' dan kepolosoan anak untuk mempermudah urusan kita mengurus mereka.
Kita memaksa mereka untuk menuruti kehendak kita dengan cara yang kita inginkan, abai kita tentang kita sedang berbicara pada pelajar yang paling cepat.
Mereka merekam kebohongan kita, dan suatu saat ketika mereka menemukan kebenaran itu, jangan slaahkan anak jika kadang tak sepenuhnya patuh, percaya dan menurut sepenuh hati.
Karena sudah terlalu banyak kebohongan yang kita jejali di otaknya.
Pesawatnya, sebentar lagi berngkat. Saya save dulu. Lain kali kita ngobrol lagi.
Semoga besok lusa saya bisa jadi Ibu yang jujur. Karena jujur itu hebat *eh KPK bgt 😉