Kamis, 24 Agustus 2017

Nasiku sempurna jadi bubur

Halo Ondeng....
Bagaimana kabar ibu kota? Sudah bersahabat belum? Apapun kesibukanmu sekarang semoga kamu tetap dilingkupi kebahagiaan ya ndeng...

Ndeng, aku berfikir ada baiknya aku menuliskan surat ini untukmu, bukan untuk apa-apa, hanya sekedar untuk meluapkan apa yang sedang ku rasa.
Ndeng, aku inget kata-katamu waktu aku sering menyambangi Jogja untuk menemuinya. Kamu selalu mengajakku untuk menginap di kosmu, tapi sesering itu juga aku menolak dengan berbagai alasan sampai waktu itu kau pernah ingatkan aku tentang suatu hal yang sekarang terjadi.

Mungkin kamu sudah tau jalan ceritanya dari kabar-kabar angin yang disampaikan burung-burung pipit yang terbang kesana kemari. Iya ndeng begitulah hidupku sekarang, aku harus bisa menerima bubur yang ku buat sendiri dari nasiku.
Kau lihat sendiri, kuliahku berantakan, keluargaku kecewa setengah mati, hidupku luntang lantung, bahkan laki-laki yang sekarang ini bersamaku membesarkan anak kami harus menanggung beban keluarga kecil kami.

Ndeng, setelah semuanya terjadi aku sadar apa yang aku lakukan di masa lalu adalah kesalahan yang ku ciptakan sendiri, aku sendiri yang membuka pintu menuju jurang itu ndeng. Aku sesak mengingat kebodohan itu.

Saat ini hidupku hanya sesempit rumah tempat tinggalku, setelah pindah dari rumah mertua dan rumah orang tuaku, aku kemudian memutuskan untuk pindah ke rumah kami tidak jauh dari rumah orang tuaku. Aku memulai hidupku ndeng. Meskipun terseok-terseok aku harus kuat, kuatku menjalani ini semua adalah caraku menebus kesalahan ini kepada orang tua dan anakku.

Sekarang, aku hanya dapat melanjutkan hidupku. Apapun keadaannya, suamiku sekarang tidak bekerja di bidangnya karena bagaimanapun, tungku kami harus tetap mengepul ndeng sedangkan profesinya yg di dapat dari kuliah bertahun-tahun tidak bisa menjanjikan apapun. Sekarang aku tak lagi mendengar apa kata orang tentang hidupku. Aku tau aku salah, ini semua karena ulahku. Tapi jika sisa hariku ku habiskan untuk mendengar ocehan orang, menyesal dan mengutuk keadaan apa mungkin semuanya akan kembali seperti sedia kala?

Saat ini senyum manis anakku-lah yang menjadi penguat, aku harus kuat demi dia. Hidupnya harus tetap berlanjut. Biar saja hidupku begini.... Ah ondeng....

Anakku tiba-tiba nangis, aku sudahi dulu ya. Besok-besok kita lanjit. Ku do'akan kamu bahagia, do'akn juga aku dan keluarga kecilku ya... Miss you Ndeng.

*sahabatmu yang sekarang jadi Ibu
~S.D

Selasa, 22 Agustus 2017

Karena semuanya baik-baik saja

Diniiii.... Baru beberapa minggu nggak ketemu, gue kangen tempe bacem dan ikan pindang buatan lu.
Din, gue udah pindah kantor. Bukanlagi di dekat pasar tradisional yanh becek itu.
Sekarang kantor gue di deket pusat kota, kabar baiknya adalah bukan cuma kantor gue yang pindah tapi kerjaan gue juga sudah meningkat. Target yang pernah gue crritain ke elu waktu awal gue ke Jakarta itu ternyata datang lebih cepet. Selangkah lagi top target gue kecapai...

Tapi Din, pernah gak sih lu ngerasa bahwa ketika hidup memperlakukan elu dengan sangat baik maka elu sebenrnya gak dalam keadaan baik. Nah this is it.
Gie lagi ngerasain itu banget akhir-akhir ini..
Jenjang karir gue yang berlahan merangkak malah bikin gue ngerasa kosong, hampa. Kayak diri gue kehilangan ruh. Hiks

Kalo lu pernah dengerin lagunya maudi ayunda yang jakarta ramai, mungkin itu dia yang gue rasain Din, sedih tapi gue sendiri gak tau alasan kenapa gue sedih. Sering tiba-tiba gue kepikiran untuk ninggalin Jakarta sesegera mungkin, gue gak cocok din di sini. Ruh gue mati.
Gue sering kepikiran mimpi-mimpi gue yang jadi alasan pertama gue ke jakarta yang semakin kesini semakin gak berwujud.. Gue bahkan gak tau apa kabar impian-impian gue. Menyedihkan gak sih?

Padahal kalo dipikir-pikir ya Din, apalagi sih yang gue cari? Kerjaan gue ok, kebutuhan2 gue terpenuhi, di sekeliling gue lingkungannya menyenangkan, mulai dari tetangga kos, ibu kos, teman kerja, sampai bos gue. Semuanya asik. Terus kenapa gue ngerasa gue kayak jasad yang gak punya ruh.

Berasa banget gue idup kayak robot, berangkat pagi buta, meeting, presentasi, pulang, ngantuk, tertidur. Udah gitu aja pola hidup gue.

Kadang gue mikir, mungkin gue kurang bersyukur atas apa yang gue dapetin. Tapi Din..ah gue bingung ngejelasim rasa yang sekarang gue rasain.

Udah ya, besok gue tunggu lu di Pasar minggu. Pokoknya lu harus masakin gue tempe bacem yang paraaah enaknya itu 😂

*dari gue, anak rantau ingusan.
~S.A

Malam hidup

Kamu adalah alasan malam-malamku hidup
Tidur seolah ritual menjumpaimu
Karena apa?
Sejak hilangmu, kau bahkan tak pernah alpa
Tak pernah terlewatkan semalampun untuk kau rutin menyambangiku
Bercerita, tertawa, menangis, bermain bersama, berbicara tentnag banyak hal.
Seperti waktu-waktu itu
Kadang ku tak biarkan diriku tertidur
Bukan karna aku tak ingin bertemu denganmu dalam mimpi
Tapi aku rindu kau yang nyata
Dan mimpi itu menyadarkanku bahwa kau jauh
Tak tersentuh
Pun tak menoleh padaku.
Entah kenapa, semakin jauh aku mecoba lari
Semakin terjerat aku dengan bayangmu
Ratusan kilometer jarak nyata kita
Tapi mengapa dekat aku merasa.

Senin, 21 Agustus 2017

Edisi surat dari sahabat

Beebrapa postingan kedepan mungkin akan satu seri yaitu "seri surat dari sahabat".
Kumpulan kisah yang menurut saya pribadi layak ditulis agar menjadi bahan renungan esok lusa. Apa ini fiktif atau nyata? Yang jelas dia ada, siapapun dia sahabat yang berkirim surat itu ada...
Seniga bermanfaat

Kecewa itu ternyata begini rasanya

Hi Din, bagaimana kabarmu?
Ku harap kau masih di harapan akan hidup yang membaik dari hari ke hari. Tak seperti diriku yang memandang waktu perlahan menggiringku pada masa-masa suram.

Din, harusnya kita bertemu saja agar aku bisa bercerita leluasa sambil menangis terisak padamu, aku harusnya mendapat tissue dari mu. Sama seperti malam-malam kita di Kos petak Pak Gun kala di Jogja bertahun silam.

Aku sesak Din, sesak sekali. Kau tau kan? Di telepon terakhirku aku menangis sejadi-jadinya karena 'dia' yang selama ini rutin ku rindukan, ku cintai tanpa jeda dan ku sebut namanya dalam do'a telah berhasil menghunus rasaku dengan tega. Dia berhianat, bilang bahwa lima tahun bersama adalah kekeliruan yang dibuatnya bersamaku. Apa maksudnya? Aku dihimpit kecewa Din. Sesak sekali.

Belum pula luka ku kering Din, kekecewaan itu datang lagi dengan wajah berbeda. Kau tau? Sosok laki-laki pertama yang ku lihat wajahnya di dunia berhasil memporakporandakan hati, hidup dan semua orang yg ku sayangi Din. Kau tau? Kajadian itu begitu cepat, saat aku sedang terseok-seok membenahi banyak hal, mulai dari, tanggung jawab perusahaan sampai adik-adikku, aku seperti ingin meledak mendengar kabar mengerikan itu.

Ayahku ternyata selama ini telah bersama wanita lain Din. Huuffft..

Entahlah Din, Allah sedang mengujiku untuk apa? Kau tau apa yang ku rasa ketika mendengar kabar itu? Seolah habis sudah sisa kepercayaan yang ku miliki. Habis bersama habis keringnya air mataku. Sempurna Din, aku kosong, tak setitikpun kepercayaan itu tersisa.

Berkelibat di benakku tentang banyak hal, tentang alasan yang diucapkannya tentang mengapa ia memilih bersama wanita lain disaat kami anak-anaknya masih disini, masih bersorak akan sosok ayah, di saat Ibu yang tak pernah kering tangannya melayani sebaik yang ia bisa hanya untuk Ayah. Kau tau alasannya apa? Menurutku ini alasan terbodoh yang pernah ku dengar. Bahwa "Ibuku tak cantik lagi". Ohh Tuhaan....
Din, bisa kau bayangkan. Laki-laki yang selama ini ku hormati dan ku sayang dan satu- satubya laki-laki yang ku yakini tidak akan menyakitiku berkata bahwa memilih wanita lain karna Ibuki tak lagi indah dipandang? Serendah itukah cinta Din? Aku remuk mendengar itu. Sungguh.

Pernikahan ayah dan ibuku memasuki tahun ke dua puluh enam. Dua puluh enam Din.... Berribu rembulan mereka lewati bersama, aku tak tau persis bagaimana hancurnya hati Ibuku. Yang saat ini masih terlihat menyunggingkan senyumnya padaku dan adik-adikku. Beliau masih tersenyum, senyum yang sama sejak aku terlahir. Tulus dari hati. Ibu hanya sering berkilah pada kami "Ibu harus tetap bertahan demi kalian, kalian harus tetap punya ayah"
Diin..... Drama apalagi ini? Aku sampai heran, terbuat dari apa hati Ibuku? Disaat ia disakiti oleh laki-laki yang ia cintai, yang ia lahirkan anak-anaknya dia masih bertahan dan alasannya adalah kami...

Sebenarnya Din, aku ingin sekali marah pada ayahku yang setega itu memperlakukan kami, tapi Din... Bagaimana mungkin aku marah dan acuh pada orang yang selama ini menyayangiku tanpa syarat. Bahkan, jika dibenarkan ingin rasanya aku tak bertemu dengannya, tapi bagaimana bisa Din? Aku sedih, benci, marah, kecewa pada ayah. Tapi apakah semuanya akan memperbaiki keadaanku Din?

Berat rasanya menerima kenyataan bahwa kekecewaan yang ku tuai adalah buah dari ujian yang di titipkan Allah pada ladang hidupku, tapi aku tak punya pilihan selain menuai semuanya Din, pun aku tak tau, sampai kapan kecewa ini terobati..
Aku rindu keceriaan di rumah kami Din, aku rindu makan malam bersama kami, aku rindu melihat ayah dan ibu berada di sofa yang sama dan saling merangkul, aku rindu banyak hal din. Termasuk kedamaian diriku...

Sudah Din, surat ini harus segera bertemu titik akhir, doakan aku sahabat, semoga aku kuat di ujian kali ini...

Dari sahabatmu yang sedang mengumpulkan puing bahagianya.
~D.N.I

Minggu, 20 Agustus 2017

Hari ketiga

Ole baiklah, saya sudah di hari ketiga treatment saya. Di hari ketiga ini saya mendapatkan tantangan *berjalan kaki disekitar tempat tinggal* not too hard, karena meskipun akhir2 ini saya jadi langganan ojeg online, saya masih sering juga jalan kaki. Tapi karena ini tantangan i will do it :)

Kebetulan hari ini saya ada jadwal wawancara lebih tepatnya diwawancarai oleh salah satu komunitas yang rencananya akan saya geluti enam bulan kedepan. Biasa komunitas yang gak jauh2 dari belajar mengajar.
Tadi pagi saya berangkat dari kos seorang teman di jakarta pusat, menumpang krl dan sempat berbagi tenpat duduk dengan seorang ibu berumur kurang lebih 50 tahun, senyumnya manis sekali ketika aku pamit ubtuk turun duluan (berbagi memang energi). turun di stasiun Kampus dan berjalan kaki ke tempat wawancara berlangsung.

Perjalanan yang lumayan, karena ketemu orang-orang baru, anak2 muda yang bersemabgat. Hahaha
Berasa tua sendiri di konunitas itu ( maklum sebagian mereka masih semester2 unyu2).

Perjalanan pulang pun menyenangkan, saya ketemu salah seorang volunteer.  cewek manis yang berasal dari palembang, kamipun berbincang sepanjang jalan sampai akhirnya berbisah di stasiun karena dia harus kembali pulang ke daerah Tangerang.

Sisa perjalan kembali ke kos saya berjalan sendirian, menyapa yang bisa saya sapa, berharap mendapat energi positif dari senyum banyak orang.

Begitulah jalan kaki saya hari ini... I feel better...
Thaen I do believe that positive energi can be transmitted...

Depok, 20 agust 2018
* saya menulis ini di depan nasi goreng yang mengepul dan diiringi lagu jawa dari warung nasi goreng :)

Sabtu, 19 Agustus 2017

Tantangan kedua

Hari ini hari kedua saya dengan self-treatment dengan #21daymentalwellbeing (salah satu referensi setelah berselancar di dunia maya). Jadi di hari kedua ini tantangan yang saya lalui adalah menulis 10 hal yang saya syukuri. Well, karena menulisnya di diary akan menjadi sangat biasa, maka saya coba menuliskannya disini, untuk besok lusa saya baca kembali.
Well, sebenrnya dari tadi pgi saya sedang memulai mencari 10 hal yang akan saya tulis di dalam list, tapi setrlah saya list kenapa ini lebih dari 10? Hehehe
Memang ya nikmat Tuhan itu uncountable and we never can do it.. Baiklah, say akan mulai menulis 10 hal yang saya syukuri:

1. Masih bisa bangun shubuh untuk tersungkur di atas sajadah di kos2an yang ukuran 2x3.
2. Bisa membaca beberapa potong ayat dn mengingatnya kembali
3. Bisa kuat puasa tanpa sahur
4. Bisa berbuka dengan masakan sendiri
5. Bisa ngobrol asyik dengan keluarga di rumah, teman2 yg berjauhan dan sekost
6. Bisa menolong orang lain
7. Bisa tidur siang
8. Bisa berbagi
9. Sehat
10. Punya keluarga yang menyenangkan

Mungkin itu hal yg bisa ku tulis malam ini,  tidak ditulis dengan skala prioritas tapi semoga mewakilkan kesyukuran bahwa kita masih diberi kesempatan untuk mencicipi nikmatNya, meski dosa kita menggunung tinggi, khilaf kita melangit luas...

Besok saya akan jaankam tantangan ketiga...semoga tetap istiqmah saya :)

Senin, 07 Agustus 2017

Cerita komuter

Mungkin ini adalah postingan yang entah kesekian kalinya sya tuliskan di gerbong krl. Iya, banyak sekali inspirasi bertebaran di sepanjang krl dan hal2 yang berkaitan dengan krl.
Mulai dari puluhan ekspresi wajah para penumpang krl yang seharian diselimuti penat bekerja, anak yang menangis, tawa sekelompok anak berseragam sma, ah banyak sekali ragamnya. Lengkap sebagai sampel ibu kota.

Kali ini mungkin saya akan sedikit cerita tentang hal paling biasa yang terjadi di kereta, tentang "berbagi" ah, ini biasa saja. Sungguh.

Jadi begini, penumpang krl ini beragam mulai dari bayi belasanminggu sampai dengan lansia. Di setiap ujung gerbong disediakan kursi khusus yabg dipriotitaskan untuk orang tua, ibu hamil dan penyandang disabilitas. Tapi tak jarang ketika krl lengang atau tak ada penumpang dengan kategori prioritas, penumpang biasa juga duduk. No problemo kan y?
Nah yang jadi masalah adalah ketika tidak sedikit penumpang yang tak tahu diri alias perlu bantuan untuk mengidentifikasikan dirinya sebagai penumpang prioritas atau bukan. Miris kan ya?. Penumpang jenis ini biasanya seenak jidat duduk manis di kursi-kursi prioritas. Hiks
Itu salah satu potretnya, pada potret yang lain, kita akan banyak sekali menemukan jenis penumpang yang acuh tak acuh akan siapa disekitarnya. Iya, jenis ini banyak sekali ragam variannya. Sebut saja misalnya, ketika di stasiun pemberhentian tertentu seorang ibu-ibu sekitar umur 50 tahun naik dan tak mendapatkan tempat duduk. Saya tak jarang melihat betapa tak sedikit orang yang duduk yang notabene masih muda, laki-laki, kiat, sehat dan sibuk saja menatap layar handphonenya. Saya berasa ingin nimpukin kalo begini..
Jenis ini juga ada yang pura2 tertidur, jadi ketika di depannya adalah wanita dan mungkin lebih tua dia terbebas dari beban berbagi..
Ah membicarakan betapa kita mungkin sangat sibuk, sangat lelah, sangat membutuhkan istirahat, sangat penat dan sangat2 yang lain sehingga tak sempat memperhatikan di depan dan sampng kita adalah orang yang lebih berhak mendapat kenyamanan. Seegois itukah kita? Sekeras itukah hidup kita, sampai untuk berbagi saja kita ikut berat?
Tak sempatkah kita berfikir atau membayabgkan bagaimana jika ibu-ibu yang sedang berdiri itu adalah ibu kita dan tak ada yang peduli?

Saya menulis ini bukan berarti saya tak pernah melakukan 'dosa' di krl. Tapi hanya untuk mengingatkan diri saya sendiri untuk lebih peduli, lebih empati, simpati, merasa, dan lebih yang lain....

*bojong gede sampai cawang
7 aguatus 2018