Jumat, 17 November 2017

Menjadi pendengar

Well, hari ini adalah pekan ke empat ku menjadi bagian dari sekelompok orang yang ditugaskan untuk mendengar, mencatat dan membantu orang lain yang sedang di dalam kubangan masalahnya.

Aku memang belum pernah menuliskan pengalaman ini di sini karena jujur aku masih meraba dan meraba sedang berada di tanah berebtuk apa kakiku berpijak.

Aku memutuskan untuk bergabung dengan tempat kerja ini sekitar 3 bulan yang lalu, setelah menjalani serangkaian tes dan pelatihan hari2ku pun berwarna sedikit berbeda.

Di tempat kerja baru ini aku benar-benar belajar mendengar masalah orang lain dengan menggunakan perspektif yang berbeda, beragam masalah yang ku dengarkan dan tidak satupun kabar bahagia. Mereka yang datang ke kantor adalah mereka yg sedang dirundung masalah, kebingungan dan pengharapan. Mulai dari masalah kekerasan trhadap anak, penelantaran istri, kekerasan pd pasangan (pacar), kekerasa pd istri, penghianatan, kekecewaan dan seterusnya.

Bagiku, sebelum bergabung di kantor ini aku merasa dunia baik2 saja, drama di dalam keluarga hanya ada di sinetron atau novel. Tapi ternyata tidak! Its happened in the real word. Bagaimana seseorang yang berpuluh2 tahun bertahan dalam ketidakbahagiaan drngan pasangannya, bagaimana seorang ibu harus berjuang melawan kerasnya hidup ibu kota, ditinggal sendiri dan harus merawat anaknya yg sakit dan orang tuanya yang sudah lanjut usia. Aku hanya sesekali membayangkan diriku ada di posisinya yang setiap malam tertidur dalam keadaan harus melanjutkan hari esok dengan kegetiran-kegetiran yang baru. Harus mengurus anaknya sendrian dan pasangannya tidak lagi peduli.

Setiap kali selesai mendengar, banyak hal yang aku pelajari dan aku endapkan, kadang aku bersyukur bahwa selama ini aku lahir dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang, ditengah keluarga yang hangat, penuh cinta, perhatian dan dukungan. Bersyukur bahwa ketika banyak orang yang harus bertahan dalam hubungan yang dia tidak bahagia, orng tua yang tidak menginginkannya, rumah yg tidak aman, dan tidak punya pilihan dalam hidup selain menjalaninya.

Di sisi lain, melihat, mendengar dan menyaksikan kekerasan yg terjadi, aku kadang berfikir hati mereka yg berbuat seperti itu terbuat dari apa? Sebegitu kejamkah hidup ini sehingga seseorang tak lagi memberi ruang pada hatinya untuk kebaikan? Seberkuasa itukah iblis di dalam diri seseorang sampai tak ada celah untuk kebaikan? Ya Allah.... Terangilah dan tuntunlah kami selalu...

Aku sadar betul, sisi kehidupan banyak sisinya. Manusia mengalamai pasang surut, atas bawah, senang sedih, bahagia kecewa, dan seterusnya. Itulah mengapa bagiku pekerjaanku yang mendengar ini bukan hanya pekerjaan biasa. Aku sedang belajar bab2 baru dalam hidup, melihat sisi2 yang selama ini aku nafikan, meraba rasa yang selama ini aku acuhkan. Aku belajar banyak hal, bahwa hidup harus dihadapi dengan keyakinan yang penuh bahwa Allah tak akan pernah meninggalkan kita. Bahwa yang terjadi dalam hidup adalah pilihan dan pelajaran terbaik.

Untuk para pengajarku yang datang dengan luka dan memperdengarkanku lukanya, semoga malam ini kalian dapat tidur dengan nyenyak, semiga Allah senantiasa menguatkan dan membersamai langkah kalian drngar keberkahan yanh tak ada putusnya. Amiiin.

Minggu, 12 November 2017

Jejak bisu

Berkali-kali deretan obrolan itu kuhapus,
Tapi tak jua berhasil
Berkali-kali juga ku coba membaca kembali bahagia itu
Dan selalu saja berhasil ku ingat
Setiap sudut senyum, janji dan harap
Manis sekali, hangat seolah tak ada hari ini.

Dalam senyap
Kau tinggalkan jejak-jejak bisu
Berserakan janji dan kenangan dari masa lalu
Tak satupun kata kembali terdengar
Kau berlalu...

Ku dengar kau telah mendapatkannya
Dia yang mungkin jadi pelabuhanmu
Aku marah pada diriku
Bagaimana mungkin ku telan begitu saja janjimu waktu itu.

Aduhai kau yang saat ini telah lupa
Taukah kau, lukaku sekali waktu menganga.
Apa salahku?
Iya, aku tau.
Salahku adalah mrnjatuhkan cintaku padamu.
Salahku adalah membawa bersamaku janji-janjimu.
Salahku ada bermimpi menapaki jalan itu bersama.
Salahku adalah meng'iya'kan tuturmu waktu itu.
Ini semua salahku.

Biar saja, biar saja ku eja sendiri
Melangkahlah bersamanya
Semoga kau berbahagia
Ku hanya sedang belajar,
Bahwa manusia sejahat kau pernah ada.
Pernah ku kenal.

Selamat berbahagia.
Depok, november 2017

Senin, 06 November 2017

Menantu idaman (?)

Pasti kalian pernah lihat tulisan "..... Menantu idaman" entah itu profesi, entah itu bulan kelahiran, entah itu jurusan kuliah dan seterusnya.
Biasanya tulisan beginian banyak banget kita temuin di bagian depan topi, atau di baju kaos, atau di papan foto yg biasa dipajang di photobooth di acara2 kondangan.
Well, ada yang salah dengan tulisan itu?
Literally sih gak ada yg salah ya, saya termasuk salah satu orang yang punya baju kaos dengan tulisan "awardee lpdp menantu idamana mertua" 🙈
Baju kaos hadiah pas PK dulu.
Nah apa makna tulisan itu? Bukankah kita sepakat ya, tulisan itu punya makna bahwa kita dengan apapun label yg sedang kita sandang, kita adalah menantu idaman.
Saya kadang geli sendiri kalau pakai kaos saya itu, bagaimana mungkin saya men-declire diri saya sebagai menantu idaman sedangakan sampai saat ini saya hanya bisa masak sup, bubur jagung, kolak pisang, telor dadar/mata sapi, tempe bacem, sayur asem, sayur lodeh, ikan asam manis, dan anek jus. Saya sma sekali jauh dari kata menantu idaman.
Masalah kematangan emosipun begitu, mood saya masih sangat labil, saya masih sering marah-marah gak jelas, atau masih suka tidur abis shubuh dan banyak sekali sederet keburukan lainnya. Lantas, bagaimana mungkin saya berani bilang saya calon menantu idaman? Maafkan dini Tante (calon mertua).
Tapi, terlepas dari itu semua saya berharap tulisan itu bisa membisikkan motivaasi kuat untuk bisa memperbaiki diri saya dalam banyak hal, menuntut saya untuk lbh rajin belajar masak, belajar tentang parenting dan membaca buku pengembangan diri. Semoga saja.

*di sela2 tesis
Depok, 6 November 2017

Rabu, 01 November 2017

Tetap saja

Tetap saja seperti itu
Seperti itu saja disana
Disana saja terus
Terus saja diam
Diam saja dulu
Dulu juga begitu

Jika hendak pergi
Pergilah segera
Segeralah menjauh
Menjauh yang jauh
Jauh sampai tak terlihat
Terlihat oleh mata juga hati
Hati pun bertepi

Bertepi sejenak
Sejenak menarik nafas
Nafas panas
Panas akan geliat rasa
Rasa yang pernah kita sebut ada
Ada...ah, ada-ada saja

Depok, 2 November 2017
*andai tesis seindah sajak