Minggu, 29 September 2019

Ketuk

Malam itu, ku ketuk pintu langit.
Tak ada jawaban.
Aku pulang dengan tangan kosong.
Dan rindu yang masih saja merongrong.

Rabu, 18 September 2019

Dear future husband (2)

Hi Honey,

Tiba-tiba saja aku ingin menulis ini dengan perasaan yang amat sangat netral.

Akhir-akhir aku benar2 tinggal sendirian di kontrakan, tertidur dengan novel di hadapanku dan terbangun karena kedinginan. Huh aku kadang lupa memakai bedcover di tengah dingin yang tak terperi di tempat tinggal baruku.

Hari-hariku hampir tak berwarna, kesibukan sekolah-rumah-sesekali say hi pada tetangga-tidur.
Kepalaku hanya berjalan bebrrapa saat ketika mengajar dan membaca buku, tapi tak mengapa aku tak sama sekali merasa kesepian.
Atau mngkin belum, hahaha

Ohiya, tentang kita.
Apakah kau pernah berfikir bahwa kita berdua akan tinggal bersama, berbagi selimut, saling menunggu ketika akan pergi ke kondangan (eh atau kamu yg akan banyak menungguku), saling beradu argumen tentang sekolah terbaik untuk anak kita kelak, berbicara tentang hari-hari yang kita lalui sebelum beranjak tidur?

Manis sekali bukan? Ah tapi aku menafikan kemungkinan2 lain, bahwa mungkin kamu akan sibuk dengan pekerjaan yang kau bawa pulang ke rumah dan membiarkanku tertidur sendiri, bahwa kau mungkin akan kedatangan tamu dari teman lama atau kolega sampai larut, bahwa kamu yg telah seharian bekerja butuh waktu untuk bermain game di gawaimu, atau sekedar mengecek timeline sosmed/marketplace langgananmu.

Honey,

Pernahkah kau khawatir bahwa suatu saat aku ataupun kamu akan bosan dengan satu sama lain? Lantas jika iya, apa yang akan kita lakukan? Staycation? Traveling? Atau kita akan biarkan saja rasa bosan itu ada? Duh duh, aku pusing mencari formulanya.

Aku berfikir demikian bukan sekonyong-konyong, Hon. Aku sedang berada di sirkel yang baru beranak, membersamai mereka seharian saja rasa-rasanya ku hampir gila, membayangkan tidak ada lagi waktu untuk diri sendiri, bergerak sedikit eaak eeaaak suara bayi menangis, belum lagi mengurusimu, mengurus rumah dan segala yg ada di dalamnya. Uuuh mungkin aku yang terlampau mendramatisir peran ibu ya. Tapi Honey, ini benar-benar jadi hal yg ku pikirkan. Ku mohon bantuanmu, dukunganmu dan transferanmu LoL 😂

Lagi, aku membayangkan magrib bersama.
Kau akan ke masjid bersama anak kita dan aku menunggu di rumah. Kalian kembali dan kita tadarus bersama, indah bukan?

Maafkan ke-random-an pikiran adek ya baaaang 😂😂

Pokoknya akhir2 ini karna sering stay di rumah bi Waty, dan melihat interaksi ia dengan suaminya. Akupun seringkali membayangkan berada di posisinya mereka. Saling puji, saling dengar, saling ribut, saling tengkar, ah nano-nano rasanya.

Selong, 18 Sept '19

Untuk future husband, yang entah siapa, sedang apa, dan dimana 😂

Senin, 08 April 2019

Sajak untuk Jakarta

Hari ini ku tulis sajak, untuknya Jakarta.
Kota yang tak pernah sama di setiap mata terbuka pada belenggu hari-hari.
Padanya Jakarta, tempat mimpi disemai untuk dibersamai.
Padanya ambisi tak pernah bertemu redup, darinya kenangan terbawa berpacu laju waktu.

Hari ini ku tulis sajak untuknya, Jakarta.
Kota yang sama yang selalu datang membisik sepi, seolah diri selalu sendiri dalam hingar riak manusia berpeluh di sore hari.

Padanya Jakarta, seolah berat untuk pergi, seolah terlampau gemerlap untuk disudahi.
Namun padanya Jakarta, diri tak kunjung bertemu tepi, meski kadang tertatih hati mencari cari langkah kaki yang rindu akan titik henti.

Padanya Jakarta, terimakasih atas mimpi-mimpi yang sudi kau singgahi. Ku ucapkan selamat malam walau tak pernah kau terlelap walau sejenak.

(Jakarta, senja hari 8 April 2019)

Sabtu, 27 Oktober 2018

Ruang hampa kata

Kita bertemu dalam ruang-ruang hampa kata
Yang ada hanya udara dan gelisah
Kemudian kita duduk berdua
Di salah satu ruang dengan dinding berwarna gading.
Kita terpisah oleh meja putih dengan mawar segar di atasnya, kau pandangi aku dan mencoba memulai sapa.

Kau bertanya tentang bagaimana keadaanku selama ini.
Ku jawab aku sedang berjuang menyulam kembali benang yang terlanjur kusut yang pernah kau tinggalkan.
Kau terdiam.

Pelayan laki-laki berdasi datang menawarkan secangkir kopi dan sepotong kue pie. Kau tak mengiyakannya, kau minta padanya secangkir teh melati dan kentang goreng, pikirku kaubtelah berubah. Kau tak lagi meminum kopi.

Kau kembali bertanya, bagiamana dengan hatiku? Aku terdiam cukup lama, mengingat kembali rasa itu, mencoba memberi arti pada rasa yang selama ini ku pulihkan. Baik, dia telah sembuh. Jawabku sekenanya.

Di hadapanku, kini kau menangis. Ku pandangi dua garis air matamu, entahlah. Kelu rasanya bibirku ingin bertanya apa yang terjadi dalam hidupmu hingga kau memutuskan utk mengunjungiku.
Katamu, kau menyesal. Katamu yang dahulu ada kesalahanmu.

Tapi maaf, aku tak lagi mampu bersisihan denganmu. Terlampau sakit luka yg pernah kau tinggalkan hingga ku tak lagi merasakan hangat apapun tentangmu.

Sore itu, hujan baru saja turun di penghujung oktober terlambat tadi perkiraan dedaun pinggir jalan.
Aku meninggalkanmu di ruang hampa kata itu, aku bahkan tak mampu menoleh kearahmu yang memamnggilku untuk kembali duduk. Maaf tuan, sahaya harus segera beranjak. Hari telah sore dan malam sebentar lagi menyapa.

Segeralah tuan mengirim do'a ampunan, barangkali memang kita bisa bertemu pada bab pengecualian.

Tabik.
Depok, 27 Okt 2018

Selasa, 02 Oktober 2018

Masa

Konon katanya semesta adalah penggalan waktu.
Di dalamnya bersusun-susun masa untuk saling isi.
Tak saling berbenturan, tak pula saling kejar. Bersisihan.
Seolah mengerti kapan hadir dan kapan beranjak.
Semestapun mencipta tanda diantara masa, agar kita manusia bertemu rasa.

Namun ada kalanya gerimis datang tanpa mendung sebelumnya,
Atau juga hujan yang gemuruh tanpa diantar gerimis.

Tapi itu adalah kehendak alam.
Sedang kita sibuk mencari tanda, abai kita pada sekelumit pengecualian di depan mata.

Andaikata kita tak bertemu pada masa yang dijanjikan semesta, mungkinkah kita bertemu pada titik pengecualian itu?

Daripada kita tak bertemu dengan titik temu bagaimana jika kita menyisihkan ruang untuk saling bertamu, menyapa dan bertukar cerita di antara ruang-ruang hampa cangkir teh melati?

Jika ia, mari duduklah di depanku.
Banyak hal tentang masa semesta yang akan kita jadikan pengecualian.

Depok, 3 Oktober 2018

Sabtu, 15 September 2018

Ku ingin

Aku ingin bercerita tapi tak tau pada siapa, karena malam sudah sangat renta dan manusia sedang sibuk-sibuknya mendua dengan dunia.

Aku ingin tertawa bersama, tapi ku tak tau dengan siapa. Sedang kau berlalu begitu saja bahkan lupa kita pernah bersama.

Aku ingin menyeruput kopi pahit berdua saja, tapi tak tau akan duduk dengan siapa. Karena hari-hari menyandera dia, sempurna dengan riuh di dalamnya.

Aku ingin menyederhanakannya, menjadi potongan kisah yang begitu saja. Tak benderang apalagi mewah, karen ku tau jumawa akan menjelma di dalamnya.

Aku ingin bernyanyi bersama, tapi tak seorang pun di sana. Semua panggung diperkosa para penyamun. Menyisakan nada histeria tanpa rasa.

Jika begitu, ku ingin nangis saja.
Membiarkan pipiku hangat bergaris dua.
Dan sembab esok pagi buta.

Selamat malam.

Rabu, 25 Juli 2018

Dear

Dear my future husband.

(1)
Nanti, kalo kita sudah tidak berdua lagi. Anak2 kita yang lucu lahir, aku mau kita tetap menjadi dua orang kekasih. Aku adalah pasanganmu dan kau adalah pasanganku. Anak2 kita tetaplah orang lain dalam hubungan kita berdua.
Aku memgerti, mereka adalah darah daging kita, buah cinta kita, tapi please, jangan lupakan bahwa kita dulu adalah dua orang yg saling mencintai, saling mengerti dan saling mendengar juga saling sayang. Aku tak bermaksud khawatir cintamu akan terbagi pada anak-anak, aku akan bahagia sekali jika kau menjadi ayah yang penyayang, tapi tetaplah menjadi pasanganku. Karena bagaimanapun honey, esok lusa anak2 kita akan memiliki hidupnya sendiri. Kita akan menua berdua bukan? Maka tetaplah mengajakku berbincang tentang apapun itu seperti dulu saat kita masih berdua saja di rumah ini, tetaplah bercerita tentang perasaanmu di tempat kerja, tntng buku yg kau baca, tentang film, tentang rencana liburan akhir tahun kita. Tetaplah seperti itu. Karena kita sepasang kekasih yang sambilan menjadi orang tua.
Sayang, tetaplah mengajakku jalan2 berdua dipinggir pantai tanpa anak2, tetaplah mengirimkan puisi disela-sela jam kerjamu yg membuatku tersipu malu, tetaplah seperti itu. Tetaplah merayuku meski ku tau kau sedang berbohong bahwa aku adalah perempuan yg cantik :p
Tetaplah menjadi kekasihku. Aku melihat kita berdua di umur senja, tetap berbincang seru dan tertawa bersama sembari melihat anak2 kita tumbuh menjadi apa yang mereka impikan dan yang kita harapkan. Terimakasih utk kesediaanmu menjadi kekasihku.

(2)
Aku sedang bersedih saat ini, beberapa klien yang datang ke kantorku bercerita tentang perihnya hidup dalam rumah tangga. Aku sedih sayang, karena ternyata dunia tak cukup aman untuk anak-anak pun orang dewasa. Kau tau? Salah satu mata air masalahnya adalab komunikasi, huft. Aku sadar, kemampua  komunikasiku dalam waktu2 tertentu sangat buruk, aku bisa saja lanhsung terdiam saat sesuatu yg buruk terjadi, aku bisa saja tersenyum sinis, aku bisa saja marah2 tak jelas atau aku terkadang langsung menangis. Seperti yang kau tahu, aku terkadang maasih sangat labil, maka ketika aku bertingkah tak karuan. Ku mohon, ku mohon dengan sangat bantu aku untuk kembali normal, bagaimana caranya? Aku juga kadang bingung hahaa.
Kadang aku suka kau membujukku, mengajakku berbicara dengan suara paling rendah yang kau miliki, mengajakku berfikir rasional dan mengurai masalah yang kita hadapi. Namun terkadang, aku juga menginginkan waktu utk sendiri, tanpa kau bertanya apapun maka biarkan aku sendiri. Hanha ada dua itu kemungkinan yang bisa menjadi caramu menolongku. Maaf jika aku banyak menuntut. Kaupun berhak menuntut apapun dariku, bukankah kita akan membangun bahtera ini bersama? Mari saling bangun 😘

(3)