Sore ini aku sengaja menghabiskan sisa hari di beranda masjid kampus, selain karena ada janji dengan kak Siti aku juga merasa sudah lama tidak duduk menikmati pemandangan yang menyenangkan ini, danau berair tenang di samping masjid, anak-anak yang berlarian di halaman masjid, halaqoh-halaqoh yang terdiri dari tiga sampai empat orang, orang-orang yang duduk sendirian di sepanjang pelataran. Menurutku pemandangan ini selalu istimewa. Mendengar sayup2 suara tartil dan tahsin dari halaqoh itu dansuara tertawa anak-anak yang riang bagiku melodi indah sebagai penutup hari.
Aku jadi teringat sore-sore di Robbani, suasanya hampir mirip, menjelang senja. Aku selalu mengambil posisi beranda sayap kiri masjid yang berhadapan langsung dengan hamparan berhektar sawah dengan latar belakang gunung dengan ukiran tebing menawan. Sekitar tujuh tahun yang lalu kebiasaan itu ku lakoni. Selalu di tempat yang sama. Aku menikmti melihat sekelompok burung pipit yang berbondong-bondobg kembali ke peraduannya, para petani yang jalan beriringan di pematang sawah lengkap dengan cangkul dan capit mereka, para santri yang masih bersiap-bersiap kemasjid, dengan mukenah putih dan sajadah di bahu kiri juga mushaf di tangan kanan. Pemandangan ini selalu istimewa. Oiyah, satu lagi. Suara sayup Qori' masjid yang melantunkan surat andalannya 'Abasa dan al-mulk. Perpaduan yang menawan bukan untuk menutup hari?
Kebiasaan ini juga yang sering ku lakoni dulu di Bandung, jika malas langsung kembali ke kosan di daerah angkot ungu, aku selalu mwmilih duduk di maajid seberang kampus, entah msjid Salman ataupun Batan, aku suka saja melihat aktifitas para mahasiswa di masjid. Menghibur jiwa.
Iya, masjid.
Memang selalu tempat mencari hati yang tertinggal, tenang, penuh dengan energi positif, jauh dari hiruk pikuk dunia yang menggila, terasa Rahman dan Rahim menyelimuti kita. Menurutku selain tempat ibadah, masjid selalu tempat tafakkur dan tarbiyah terbaik.
Masjid UI, 27 april 2017
*sedang menabung untuk masjid travel :)