Ini hari ke sepuluh aku meninggalkan rumah, meskipun sudah masuk tahun ke-11 ku merantau tetap saja homesick jadi penyakit akut, rindu akan kehangatan rumah selalu saja datang memberikan kehangatan tersendiri bagi kami, tiga bersaudara yang kini merantau ke tiga pulau yang berbeda. Entah mengapa, semakin hari, semakin saya merasa bahwa rumah adalah tempat pulang paling hangat, paling hebat, paling tepat.
Sama seperti kemarin-kemarin Mamak selalu menelfon kami semua setiap harinya, memastikan hal-hal kecil nan berarti, bertanya apa kegiatan kami, sudahkan kami makan 3 kali sehari, lauk apa sampai hal-hal detile lainnya. Dan itu ditanyakan setiap hari kawan.
Beberapa hari terakhir ini saya sadari betul, mamak dan Bapak sedang mencoba move dari kepergian kami ke masing-masing tanah rantau. Seperti kemarin. Padahal baru sore mamak menelfon, ketika Isya' Mamak mengirimkan pesan yang berhasil membangkitkan perasaan kami anak-anaknha, begini bunyinga "Bagaimana kabar anak-anakku sayang?", membaca pesan singkat ini menghangatkan sekali, seperti merasakan dekap hangat beliau yang tiba datang ketika kami tertidur. Ah Mamak.
Beberapa waktu lalu, sengaja ku hadiahkan smartphone untuk Mamak, pikirku, ya untuk sekali2 mamak besok lusa melihat wajah kami dengan aplikasi videocall.
Karena saat ini, kamipun sadar, mamak mendamba keberadaan kami. Harapan yang sulit kami aminkan.
Aku ingat betul sekitar dua tahun yang lalu, ketika kami semua terhubung pada telfon konverensi dari tempat kami (anaknya) masing2 yang kami biasakan setiap dua minggu sekali mengingaat Kholis si Bungsu sedang berada di asrama dengan sederet aturan, kedua adiikku menggodaku tentang mengapa kakak mereka ini belum juga memperkenalkan sosok laki-laki yang sedang dekat dengannya kepada mereka. Tentu saja mereka bercanda.
Ku ingat betul respon mamak ketika itu menjawab pertanyaan usil kedua adikku. "Kakak kalian itu, hatinya sudah penuh dengan cinta untul kita berempat (Mamak,Bapak. Kedua adik) jadi belum ada space yang pas untul bisa dimasukin orang lain"
Ketika itu kedua adikku tertawa lepas sekali, seolah mengatakan 'benar juga ya', aku? Diseberang sini aku tersenyum lebar dan beberapa detik kemudian bulir2 bening itu tumpah. Aku bahagia, sebahagia miss universe yang baru saja mendapatkan mahkotanya. Aku terharu, betapa mereka mampu membaca yang selama ini ku upayakan sambil mengangguk ku iyakan.
Tanggal 27 Juli kemarin, Mamak Ulang Tahun, tak sempat ku tuliskan apa-apa diblog ini, selalu saja gagal aku menulis tentang sosok yang telah mempertaruhkan hidupnya untukku, bahkan sebelum kami bertemu. Bukan karena malasku, tapi setiap masuk pada scene2 tertentu tanganku seolah kelu, tak berkutik. Mungkin besok lusa tulisan itu bisa ku selesaikan.
Kami sayang Mamak, wahai wanita yang kasih sayangnya tak terbahasakan dengan hanya 27 huruf alfabet.
Rawamangun, 7 agustus 2016
1.27 WIB