Sore ini, di bawah senja jingga seberang danau buatan kampus aku menemukan diriku terduduk di atas kursi yang kosong, tatapanku nanar, kosong, seolah mecari sesuatu namun tidak. Aku menemukan diriku kosong.
Ku temukan diriku duduk di antara dedaunan yang berguguran di akhir desember, mencium aroma tahun baru yang menusuk namun tak berasa apa-apa. Pikiranku melayang, entah kemana, aku sedang mencari kemana pikirku pergi.
Sore ini, di hadapan rumput yang basah karna hujan pagi tadi, aku menemukan diriku terduduk lunglai, semacam sedang kelelahan mengejar sesuatu yang akupun tak tau, mencari sesuatu yang tak tau wujudnya apa.
Ku temukan diriku dengan selembar kertas kosong dan pena di tangan kananku. Mencoba merangkai surat berisi puisi rindu, mencoba menghitung setiap ejaan rindu. Tapi aku juga gagal.
Disini, di tepian danau ini aku hilang.
Ku temukan diriku ditepuk pundaknya oleh kawan sekelas yang usianya jauh dari kata muda, beberapa helai rambut berwarna putih muncul dari kerudung kuning yang dikenakanya.
Dia menyapaku manis sekali, memmandangku dengan mata keibuannya. Mengelus pundakku lembut sekali.
Sembari tersenyum hangat, dia berkata "Dini, dalam hidup ini banyak sekali hal yang tidak bisa kita kendalikan sendiri. Satu-satunya yang bisa kita perjuangkan untuk dikendalikan adalah diri kita sendiri, hanya itu".
Ku temukan diriku tercengang mendengar kata itu, benar sekali kakak yang kerap ku panggil Bunda itu. Dia melanjutkan "dalam hubungan, kita tidak perlu mencari yang cocok, tapi yang terpenting adalah mencari kecocokan, menemukan titik koordinat "ego" untuk bisa bertemu sekata dan seiya, pasanganmu bukanlah malaikat, dia sewaktu-waktu akan melakukan kesalahan, akan marah, akan diam, akan bertingkah tidak menyenangkan. Di saat2 seperti itulah kesabaranmu sedang dipupuk, namun pikirkanlah, bahwa hidup ini pilihan, karenanya kau tak berhak menyalahkan siapapun atas apa yg terjadi atas dirimu karena apa? Karena sejatinya kaulah yang memilih jalanmu sendiri untuk kau lakoni.
Aku melihat diriku tertunduk, menatap kosong pada semut hitam yang saling berpapasan, aku resapi setiap kata dari teman sekelasku itu. Wajahnya yang teduh tersenyum meneduhkan.
Aku mencerna setiap nasehatnya, mendengarnya seperti mendengar mamak. Ah aku ingin memeluk temanku itu dan merasakan hangatnya belaian tangannya.
Tapi seketika aku melihatnya pergi melambaikan tangannya dengan sepasang bibir yang tak terlepas dari senyum. Akupun kembali menemukan diriku sendirian.
Aku tersadar mengapa dia datang dan berbicara demikian? Padahal aku tak pernah bercerita tentang apapun kepadanya. Bahkan pertemuan kami hanya sebatas dikelas. Selebihnya tidak. Ah sudahlah, ini cara semesta menghibur pikirku.
Melihat diriku sendiri duduk di bangku panjang tepi danau, memandang air danau yang memantulkan gedung, pohon dan masjid kampus yang apik tersapu jingga senja.
Sayup-sayup suara azan dari corong masjid seberang danau. Ku lihat diriku melangkah menuju sumber suara. Sepertinya aku mash harus terus belajar memahami potongan-potongan puzzle ini. Tapi entahlah aku juga masih mengeja.
Selamat sore dari seberang danau bertempiaskan lampu-lampu gedung dan jalanan. Aku merindukanmu.
Depok, 27 Desember 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar