Kamis, 23 Februari 2017

Detak malam

Aku masih menghitung detak malam
Mengukir gulita
Mengeja rindu
Meski engkau entah dimana
Dibalik sayup angin menyambut maret
Ku intip kau dari kejauhan
Ah ternyata kau telah berhasil melupakanku
Bahkan menolehpun kau enggan
Hanya ingin ku ucapkan selamat padamu
Padamu yang berhasil meninggalkan jejak padaku
Kau tau?
Jejakmu ku susuri sendiran
Berharap kau kembali
Tapi kau ditelan mega senja tadi
Pergilah, jika pergi membuatmu mampu tersenyum
Abailah terhadap air mataku
Ini hanya akan menjadi jejak baru
Terimakasih telah hadir
Terimakasih ubtuk pernah berjalan bersisian denganku
Setidak aku pernah bahagia kala itu
Akan ku ingat selalu rasa bahagia itu
Hingga masih ada kesempatan tersenyum untukku
Meski luka itu ku balut sendiri.
Jika kau bertemu bayanganku diperjalananmu
Kau kan kubiarkan menyapaku
Jikapun itu kau masih ingat aku
Oiyah, aku lupa
Bahwa kau telah berhasil melupakanku, bahkan bayanganku.

Depok 24 feb 2017

Rabu, 22 Februari 2017

Mamak (part I)

Kalian tau? Saya selalu gagal menuliskan tentang satu sosok ini. Iya, Mamak.
Saya bingung mau mulai dari mana, dari sisi apa, dan dengan kata apa. Berkali-kali saya mencoba memulai menceritakan detile tentang Mamak tetap saja saya gagal, entah. Sepertinya setiap kali ingin atau tengah menulis tentang Mamak saya selalu gagal mengalajkan luapan kabut di kelopak mata saya.
Malam ini, saya hanya berwhatsapp singkat di ruang chat yang berisikan saya, Mamak dan Ewi (adik saya).
Seperti biasa, Mamak selalu bertanya tentang hal-hal sederhana namun berarti, seperti sedang dimana, sudah makan, sedng sama siapa dan seterusnya. Pun saya, bertanya hal yang sama adalah ritual memulai pembicaraan.
Jam setengah 11 malam, mamak masih membalas percakapan di WA, katanya sedang menyelesaikan pembuata RPP untuk tiga mata pelajaran esok hari. Saya meminta Mamak mengirimkan fotonya sebagai pelepas rindu. Ah saya selalu rindu..
Saya selalu rindu dengan kebiasaan Mamak mengelus kepala sebelum tidur sampai saya tertidur, tiba-tiba mencium ketika saya tidur atau pura2 tidur. Atau terbangun dengan selimut membungkus badan.  Saya selalu rindu kehangatan itu. Ah Mamak.
Pernah suatu malam Mamak tetiba menangis tersedu-sedu, aku bingung dan kemudian bertanya.
"Kenapa kita (sebutan You untuk org lebih tua dlam bahasa Bugis) nangis Mak?" Tanyaku sambil menahan tumpahan air mata demi melihat beliau tersedu.
"Mamak ini yatim piatu sejak kecil, tidak punya satu orangpun dalam hidup yang benar-benar menyanyangi Mamak, kalau bukan kalian anak-anak Mamak, Mamak ndak punya siapapun", air mata beliau semakin deras, menangis sedih sekali.
Aku hancur, tak berdaya.
Meskipun Mamak sering sekali berbicara betapa beruntungnya kami yang masih berBapak-Mamak, tapi pernyataan kali ini benar-benar berhasil menyayat. MAMAK TAK PUNYA APAPUN DAN SIAPAPUN SELAIN KAMI BERTIGA ANAK-ANAKNYA. Apa saja yang selama ini aku lakukan? Bukankah aku selama ini egois? Membiarkan orang yang paling menyayangiku khawatir, cemas, sedih tentangku?
aku sadar, durasiku di tanah rantau lebih banyak dibanding dengan kebersamaanku bersama Mamak, ku hitung-hitung aku hanya menghabiskan 11 Tahun yang benar2 bersmaa Mamak, selebihnya hanya kebersamaan singkat ketika liburan semester atau hari raya. Sekarang kami bertiga tumbuh di tanah rantau masing-masing, di tiga provinsi yang berbeda, mamak hanya kami sambangi paling banyak 2 kali setahun. Aku sadar bagaimana Mamak dan Bapak berubah aura kebahagiannya ketika kami semua pulang ke rumah. Aku bisa merasakan pancaran kebahagiaan itu.
Tapi bukankah merantau ini adalah amanah mereka berdua?
Sudah, saya sudah tidak kuat lagi mengetik. Mata saya sedang kebanjiran.

Your my soul. Let me Be your besr part of life

Depok, 23 Februari 2018

Minggu, 19 Februari 2017

Wedding or Marriage?

hari ini saya menyempatkan diri menemani dua oraang sahabat yanng udah kayak saudara sendiri mengunjungi Indonesia International Wedding Festival, pameran Wedding Organizer di salah satu pusat pameran di Jakarta, sebenarnya saya kurang tertarik dengan acara yang akan saya kunjungi ini tapi mengingat salah seorang sahabat yang udah kayak kakak kandung saya sedang proses persiapan pernikahannya maka saya putuskan untuk ikut.

masuk ke ruang utama gedung pameran itu, kami langsung disuguhkan nuansa pesta perkawinan, dindning dengan dekorasi penuh buket bunga, lampu-lampu hias yang menawan, deretan stand yang menwarkan jasa mulai dari foto, dekorasi, pakaian pengantin, undangan, souveni sampe catering. kami berkeliling, mampir dari satu stand ke stand yang lain, berkomentar tentang nuansa apa yang sesuai untuk kakak yang sedang mempersiapkan pesta istimewanya itu.

tidak jarang kami bertiga tertegun melihat betapa indahnya apa-apa yang dijajakan di stan-stand itu juga melongo melihat angka yang cukup fantastis untuk mewujudkannya di suatu acara. tidak tanggung-tanggung nomnal rupiah yang disebutkan di dalam katalog mereka atau dilabel harga produk mereka, sebut saja di salah satu stand fotografi khusus resepsi harga paling rendah adalah 15 juta rupiah, wow... hanya untuk berfoto? menurutku ini lumayan..
belum lagi melihat daftar harga sewa gedung, harga paket catering, harga souvenir, undangan, sewa baju dan make up. huuufftt... saya sesak membayangkan betapa mahalnya pesta itu dibeli, betapa tinggi harga yang harus dibayar untuk menjadi ratu sehari.

berkali-kali saya tercengang untuk itu semua, saya membayangkan besok lusa akan mempersiapkan untuk itu semua, ngeri rasanya. lagi-lagi saya mengingat sepotong pembicaraan bersama Mamak di suatu sore. saya bertanya tentang apa sih sebenarnya yang harus dipersiapkan untuk pesta pernikahan (note: pertanyaan ini hanya basa basi untk tau saja, tidak lebih.), waktu itu Mamak menyebutkan nominal yang menurutku sangat besar. waktu itu aku mencoba "protes" ke Mamak tentang itu, karena menuruku ini berlebih, tapi kala itu Mamak menjelaskan sabar sekali tentang pandangannya. aku diam.

baiklah, diluar pemahaman yang coba diberikan Mamak padaku tempo hari aku sebenarnya sampai sekarng masih pada keyakinan bahwa apa sih yang sebenarnya penting untuk dipersiapkan?kenapa seolah sibuk sekali kita mempersiapkan pesta dan segala perna perniknya sampai lupa hal penting lainnya. Iya, kita sibuk meranccang, merencanakan, mempersiapkan WEDDING kita, konsep akadnya, pestanya, jumlah undangannya, dstttt... tapi luput kita memahami bahwa hal penting dari itu adalah kehiidupan setelahnya yaitu MARRIAGE, iya kehidupan yang nyata setelah pesta itu, kita kadang abai mempersiapkan diri menerima kekurangan pasangan, membuka diri terhadap kenyataan-kenyataan berumah tangga, mempersiapkan bagaimana memanage emoosi bersama dengan pasangan, mengatur keuangan, prinsip-prisp dalam rumah tangga, sampai meninjau tujuan pernikahan.  dan puluhan bahkan ratusan list persiapan lainnya yang menurutku Jauuuuuuh lebih penting dari sekedar momen yang diabadikan melalui selembar foto. bukankah kita ingin membangun surga di dunia dan menggapai Surga sesungguhnya bersama? lantas? sudah sejauh mana kita mempersiapkan diri untuk surga kita?

*ini hanya refleksi pribadi, tidak bermaksud apa-apa. saya suka pesta,s aya suka makan dan berfoto tapi saya lebih mendamba keluarga bahagia di kemudian hari, bersama. #eeaaak :D

Sabtu, 11 Februari 2017

Di kening rembulan

Dihadapan kening rembulan
Duduk aku bersama cangkir kopiku
Isinya hanya tinggal setengah
Menyisakan garis jejak kopi yang ku teguk sejak menit berganti tadi
Setengahnya lagi sengaja ku kosongkan
Sengaja ku isi dengan rasa yang tertinggal
Ku seruput setengah kopiku lengkap dengan rasa itu

Dihadapan kening rembulan malam ini
Aku tersenyum, tak semanis kopiku
Ada getir yang datang bersama sambar petir
Aku gagu, di hadapan sepiring kentang goreng hangat
Ah, aku selalu saja gagal menanggalkan sepiku

Rembulan kali ini meninggi, terlihat dari ujung-ujung kersen berjejer
Bulat buah kersen musim penghujn persis bulat rembulan malam ini
Merahnya pun mengalahkan merah senja
Adakah rembulan di langit kotamu?
Dapatkah kau melihat bulat sempurnanya?
Oiyah, katamu tak ada yang sempurna.
Pun rasa kita.
Tapi sungguh, bukan hanya kening bulan yang tampak indah
Malam pun begitu.
Tapi bagaimana malam ini akan indah tanpa kau di hadapanku?
Iya, kau benar. Tak ada yang sempurna.

Kening malam ini menemaniku menghabiskan sisa kopiku
Sambil memintal do'a dari sisa-sisa pengharapanku
Pintalan yang akan ku ulum ke hadapan arsy
Menyelimuti dinginmu disana
Menemani sepimu
Menjadi penawar lara dan penghapus bulir kesedihanmu
Menemanimu untuk menemuiku
Ku pintal dengan sisa-sisa memar dihatiku
Karena ku yakin Allah akan dengan segera tau
Usaha mana yang diperhitungkannya

Di kening rembulan, ku kecup pelan
Dihantarkan hujan
Aku kembali,
Kembali ke pelukan malam
Menghitung detak rindu yang tersisa
Berharap rindu ini tak membunuhku sia-sia
Hingga esok, bumi akan bercerita tentang do'a-do'a

Terimakasih Rembulan
Terimakasih juga kau, tempat separuh hatiku terbawa.

Depok, 12 Feb 2017

Jumat, 03 Februari 2017

Dibawah kamboja

Di bawah geguguran bunga kamboja
Bertemankan gulita dan makhluk melata
Apa yabng terbawa?
Hampa
Hanya amal yang sibuk kita mneghitungnya tempo hari
Tapi ternyata?
Tak kuasa kita menuntut apapun
Karena tangan berucap, mata berucap
Segalanya berucap sendiri
Tinggallah kita berharap bersua di atas sajadah lagi
Merangkai harapan kepada mereka di atas tanah
Mengirimkan bait2 do'a tersisip nama kita
Tapi ternyata tidak
Di bawah tanah memerah
Sisa2 hujan dan airmata menghantarkan
Tapi peduli apa kita pada mereka?
Karena kitalah sendiri sekarang, sendiri.
Diruang selebar bahu
Kita mendapati diri kita sendiri
Melepas pakaian jumawa yang kita pilin benangnya setiap hari
Kita ukur setiap jengkal bersama peluh mendidih
Mematut diri tertawa, bersama dunia
Sekarang?
Semuanya tertinggal disana
Di istana mewah disana
Tak peduli disini tak beralas apa2
Pada waktu itu?
Kita hanya tiggal nama, terlupa.