Rabu, 22 Februari 2017

Mamak (part I)

Kalian tau? Saya selalu gagal menuliskan tentang satu sosok ini. Iya, Mamak.
Saya bingung mau mulai dari mana, dari sisi apa, dan dengan kata apa. Berkali-kali saya mencoba memulai menceritakan detile tentang Mamak tetap saja saya gagal, entah. Sepertinya setiap kali ingin atau tengah menulis tentang Mamak saya selalu gagal mengalajkan luapan kabut di kelopak mata saya.
Malam ini, saya hanya berwhatsapp singkat di ruang chat yang berisikan saya, Mamak dan Ewi (adik saya).
Seperti biasa, Mamak selalu bertanya tentang hal-hal sederhana namun berarti, seperti sedang dimana, sudah makan, sedng sama siapa dan seterusnya. Pun saya, bertanya hal yang sama adalah ritual memulai pembicaraan.
Jam setengah 11 malam, mamak masih membalas percakapan di WA, katanya sedang menyelesaikan pembuata RPP untuk tiga mata pelajaran esok hari. Saya meminta Mamak mengirimkan fotonya sebagai pelepas rindu. Ah saya selalu rindu..
Saya selalu rindu dengan kebiasaan Mamak mengelus kepala sebelum tidur sampai saya tertidur, tiba-tiba mencium ketika saya tidur atau pura2 tidur. Atau terbangun dengan selimut membungkus badan.  Saya selalu rindu kehangatan itu. Ah Mamak.
Pernah suatu malam Mamak tetiba menangis tersedu-sedu, aku bingung dan kemudian bertanya.
"Kenapa kita (sebutan You untuk org lebih tua dlam bahasa Bugis) nangis Mak?" Tanyaku sambil menahan tumpahan air mata demi melihat beliau tersedu.
"Mamak ini yatim piatu sejak kecil, tidak punya satu orangpun dalam hidup yang benar-benar menyanyangi Mamak, kalau bukan kalian anak-anak Mamak, Mamak ndak punya siapapun", air mata beliau semakin deras, menangis sedih sekali.
Aku hancur, tak berdaya.
Meskipun Mamak sering sekali berbicara betapa beruntungnya kami yang masih berBapak-Mamak, tapi pernyataan kali ini benar-benar berhasil menyayat. MAMAK TAK PUNYA APAPUN DAN SIAPAPUN SELAIN KAMI BERTIGA ANAK-ANAKNYA. Apa saja yang selama ini aku lakukan? Bukankah aku selama ini egois? Membiarkan orang yang paling menyayangiku khawatir, cemas, sedih tentangku?
aku sadar, durasiku di tanah rantau lebih banyak dibanding dengan kebersamaanku bersama Mamak, ku hitung-hitung aku hanya menghabiskan 11 Tahun yang benar2 bersmaa Mamak, selebihnya hanya kebersamaan singkat ketika liburan semester atau hari raya. Sekarang kami bertiga tumbuh di tanah rantau masing-masing, di tiga provinsi yang berbeda, mamak hanya kami sambangi paling banyak 2 kali setahun. Aku sadar bagaimana Mamak dan Bapak berubah aura kebahagiannya ketika kami semua pulang ke rumah. Aku bisa merasakan pancaran kebahagiaan itu.
Tapi bukankah merantau ini adalah amanah mereka berdua?
Sudah, saya sudah tidak kuat lagi mengetik. Mata saya sedang kebanjiran.

Your my soul. Let me Be your besr part of life

Depok, 23 Februari 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar