Apa kabarmu?
Terdengar sangat basa-basi bukan? Tapi ini pertanyaan sungguhanku, kau tak ingin bertanya mengapa? Baiklah, setelah pembicaraan serius kita tempo hari tentang keputusanku itu, kau selalu saja datang menjelma dirimu menjadi mimpi buruk.
Entahlah, sepertinya memang rasa bersalahku sangat besar akan itu.
Apa kabarmu?
Kau ingat? Pembicaraan manis kita terhenti ketika ku katakan bahwa untuk tetap bersama masing-masing kita harus rela menunggu dan berjuaang serta saling mneguatkan, kala itu kau bertanya mengapa, ku jelaskan padamu tentang tanggungjawabku saat ini, tentang impian2ku, tentang ketidak mampuanku mengiyakan rencanamu yang menurutku terlalu cepat, tentang permohonan untuk menunggu beberapa saat, sampai kita benar2 siap. Kau terdiam, lama sekali. Aku tak mengerti ketika itu apa yang ada di benakmu.
Tapi waktu itu, dengan terburu-buru ku katakan padamu bahwa jika waktu tak lagi bersahabat dengan *kita* dan menantiku adalah kesia-siaan bagimu, hitungan tahun tidaklah sebentar dan pastinya menguji, maka ku persilahkan kau melangkah terlebih dahulu dan tak perlu kau kabarkan apapun padaku, mungkin kau juga ingat ketika itu ku pinta darimu untuk do'akan aku kuat ketika hal itu benar-benar terjadi.
Pembicaraan malam itu berakhir sangat getir, jangan tanya apakah aku menangis atau tidak karna kau tau betapa cengengnya aku.
Namun, setelah pembicaraan itu kitapun tak berkabar apa-apa, pikirku masing2 kita sedang sibuk mengendapkan pemahaman kita tentang bagaimana cerita yang sudah menahun ini bertemu titiknya, baiklah tak mengapa.
Apa kabarmu?
Beberapa waktu lalu, sesorang menelfonku. Ku jawab dengan sangat biasa karna nomernya tidak dikenal tapi ternyata yang menelfonku adalah ibumu, terbayang betapa kagetnya aku yang kemudian berpura-pura ceria, bertukar kabar dan beliau menasehatiku untuk menjaga kesehatan dll. Huufft... harusnya kau melihat ekspresi tololku ketika itu, sama seperti telfon-telfon sebelmnya ibumu selalu bertanya kapan aku bisa bertandang kerumahmu, bercerita tentang hal-hal yang beliau alami seperti lampu yang mati atau bercerita tentang adik-adikmu yang beranjak besar sampai rencana memasukkan adikmu ke sekolah kita dulu. Ahhhh ibuuuu...
Entah, setelah pembicaraan via telfon itu aku ingin sekali marah padamu, mengapa tak kau beritahukan pada beliau tentang kita? Mengapa kau siksa aku dengan sapaan hangat beliau? Mengapa masih saja pembicaraan tentnag ini menyisakan perih?
Apa kabarmu? Beberapa bulan terakhir keberadaanku di Bandung sangat banyak membantuku, aktifitas2ku, teman2 baruku, tempat2 baru yang ku kunjungi, ah aku rindu bercerita padamu seperti biasa.
Apa kabarmu? Itu juga pertanyaaan ibuku beberapa hari yang lalu, aku tersenyum kecut kala itu, bingung hendak ku jawab bagaimana,
Apa kabarmu? Beberapa hari terakhir ada kabar menyedihkan dari rumahku, Bapakku sakit, mamak hanya sendiri. Biasanya ketika seperti ini kau selalu menenangkanku, ketika panikku berlebih kau selalu punya cara mengendalikanku.
Apa kabarmu? Tak inginkah kau bertanya tentang rindu? Bukan tak bisa ku bertanya langsung, tapi saat ini tak bersuara ditengah diam kita adalah terbaik. Mungkin aku sedang berusaha melepaskanmu berlahan, mungkin juga kau.
Apa kabarmu, itu yang kutanya pada angin malam ini.
Tak ku berharap kau baca tulisan tak berarti ini.
Bdg dingin , 2 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar