Hari ke-3 ramadhan, berjalan seperti sewajarnya. Masih mencoba melawan diri sendiri untuk banyak hal.
Saya masibg ingin bernostalgia dengan suasana ramadhan di rumah.
Dulu ketika masih kecil, momen ramadhan selalu manis untuk dikenang. Bangun sahur dengan mata yang tidak bisa diajak kompromi, 'paksaan' yg dtang dari bapak untuk minum bergelas-gelas air, maklumlah tempat kami pesisir pantai yang panasnya lumayan. Bapak waktu itu selalu meminta kami semua minum tiga gelas air yang tinggi, konon satu gelas untuk pagi, siang dan sore.
Selepas shubuh kami biasa berjalan pagi bersama, menuju ujung desa. Menuju bibir pantai sambil tertawa dan menatap matahari terbit bersama. Jika tidak kami semua sepakat tidur hihihi
Disiang hari, selepas sholat dzuhur Bapak sering mengajak kami tadarrus bersama di ruang sholat kami yang mungil. Membaca al-qur'an secara bergilir, saling membenarkan bacaan dan mendengarkan. Ah, ini manis sekali....tertanam dalam long term memoryku dan berharap besok lusa rumahku dengan keluarga kecilku akan begitu.
Bakda ashar kami sudah mulai hectic untuk mempersiapkan takjil, menu andalan biasanya jadi perundingan setelah sahur, aku yang selalu meminta mamak membuat pallubutung, bapak yang minta barongko, ewi yang mibta suro manis dan kholis yang mintaa jus, tak jarang permibtaan kami berakhir dengan voting. Ah, mamak dengan keahlian memasaknya mampu menghipnotis kami semua.
Masa-masa mempersiapkan takjillah yg menjadi masa tersulit, energi yang tersissa tak seberapa, sedangkan tuntutan untuk mobilotas meningkat. Tak jarang meminta untuk menghantarkan makanan kesukaan kakek, atau menghantarkan menu berbuka ke rumah paman-paman. Betul-btul sore yang melehakan.
Magrib tiba, kami melingkar di atas tikar plastik di ruang tengah,. Iya, meja makan hanya formalitas di rumah kami karena setiap waktu makan kami selalu duduk melingkar di atas tikar tanp kursi... Aku suka makan seperti ini.
Tak jarang Bapak bercanda ketika makan, atau sekedar bertutur tentang betapa enak masakan mamak yang tak pernah berubah sejak 25 tahub yang lalu, mamak tersipu malu. Merona.
Jangan tanya betapa lahap kami makan, walau hanya sayur bayam bening dan ikan bakar. Restoran elit mah gak bisa ngalahin.
Selepas tarawih kami kerap tadarus sendiri-sendiri atau berkumpul di ruang tengah. Berbaring di depan tivi. Berjejer drngan kepala di lengan bapak. Sambil menonton atau mendengar cerita bapak.
Malam yang menyenangkan bukan?
Begitulah sekilas ramadhan di rumah kecilku, di tengah pulau sana.
Momen manis setiap tahun, karena hanya pada momen ini kami lengkap di rumah. Tertawa, diomelin, saling bercerita. Kemewahan tiada tara.
Bagaimana? Bagaimana ramadhan di rumahmu? Jadi kapan kita serumah dan seramadhan bareng? *eeh 🙊🙈
(kidding)