Masih
di kota dingin ini, beberapa hari terakhir tidak mengetik apapun karna kaki
sekali mengukur jengkal-jengkal kota ini, dikunjungi salah seorang sahabat,
adik sekaligus “tong sampah” tergila dari Jakarta akhir pekan kemarin. Perjalanan
beberapa hari ini menyenangkan, belajar banyak, meliat banyak, namun gagal
memahami beberapa yang tak terlihat.
Jum’at:
hari jum’at sore sudah ku janjikan Eja untuk menjemput ke terminal
Leuwipanjang, awalnya dia menolak dijemput karena khawatir akan merepotkanku,
ku jawab santai “ku jemput saja, kalo kamu ilang di Bandung bahaya”, akhirnya
sore itu setelah jam terakhir dengan miss Vania aku bergegas keluar kampus dan
mencari angkot-sebelmunya sudah ku browsing rute angkot yang akan ku tumpangi
sampai ke terminal- nah, mulailah perjalananku dengan angkot warna biru (sedang
serang-caringin) turun di pasar Bunga Wastukencana dan melanjutkan dengan
angkot selanjutnya, menurut info angkot yang ku baca harus angkot dengan tujuan
terminal ada tap ternyata tidak, bapak supir angkot menyarankan “naik, ini dulu
neng, nanti pas di jalan disana baru ganti angkot yang ke terimina” aku
mengiyakan dengan setengah ragu separuh was-was.
Mungkin
benar kata orang,
“perjalanan akan mengajarkan kita tentang banyak al termasuk
memperlihatkan pada kita bahwa banyak sekali orang baik tersebar di muka bumi,
dan tuggas kita adalah menjadi salah satu dari mereka”.
Speanjang
perjalanan dengan angkot kedua itu perasaanku tidak enak, merasa ada sesuatu
yang mengganjal, ibu-ibu disampingkulah yang membaca ketidak nyamanan itu.
Adalah
seorang ibu berumur sekitar 55 tahun, berpenapilan sederhana, mengenakan jilbab
biru dongker dan dari sela-sela jilbabnya terlihat beberapa helai uban,
ditangannya sebuah tas yang berisi buku cetak pelajaran bahasa Arab. Sekitar 20
menit perjalanan, ibu itu berbisik, “neng, nanti nggak usah turun di jalan
yang pas supir tadi bilang, terlalu jauh dan harus muter-muter dulu”, “oiyahkah
Bu? Dimana saya bisa turun?” jawabku penuh cemas. “nanti Neng turun di
Jl. A. Yani saja, nanti dari sana Neng naik bus kota jurusan terminal” beliau
menjelaskan, “baik Bu” sekali lagi ku pastikan instruksi perjalanan yang
diberikan ibu tersebut, beliau member isyarat iya dengan mengangguk. Sampai di
jalan yang dimaksud aku turun dan bergegas menyebarng jalan dan menunggu Bis
kota “damri”, seperempat jam menunggu bispun datang dan hujan turun (haaaah,
terimakasih hujan kau turun di waktu yang tepat).
Sepanjang
perjalanan kenapa tiba-tiba ada perasaan sedih menyusup entah dari mana, merasa
pilu tanpa ada sebab, merasa telah menjadi pecundang-uh selalu saja begini,
gagal memahami rasa sendiri
Perjalanan
menuju terminal macet, Eja sudah sedari tadi mengirim BBM bahwa dia sudah di
terminal, jam 6 sore bus masuk daerah terminal, sambil lari kecil dan melawan
becek ku cari eja bertanya tentang tempat gambar yang dikirmkannya via BBM ke
beberapa oragn akhirrnyyaaa..bertemu, ah Eja, kenapa kita bertemu di kota ini?
:D
Ada
beberapa kejadian lucu diperjalanan menuju kosan, di depan angkot yang kami
tumpangi tertulis dua nama yang masing-masing kami punya cerita inisial “A&R”
hahhaaa.. kami tertawa renyah sekali mengingat dua nama itu cerita lama kami. “ada-ada
saja pertanda”.
Kami
berdua segera mencari angkot untuk melanjutkan perjalanan pulang ke kos, naik
angkot jurusan tegalega dan pindah ke angkot warna ungu jurusan cisitu, sampai
dikos jam setengah 9 malam, tidak banyak
cerita malam itu, mungkin kami masing-masing belum percaya bahwa kami- yang
bersahabat sejak SMA dulu- bertemu dikota yang ratusan kilometer dari tempat kami
berasal.
Malam
itu kami terlelap sebalum malam beranjak larut, karena esok pagi kami akan
mengukur takjub kota ini dan terbius sejurus kemudian terjatuh cinta.
Bdg, 02052016
Bdg, 02052016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar