Minggu, 10 Juli 2016

Cerita burasa'

Sudah lama sekali mangkir dari #alasankenapakitamudik, sebenrnya banyak sekali yang bisa diceritakan dihari-hari terakhir ini, mulai dari berburu sinyal, perpindahan, sawo asin sampai burasa' part II.
Oiyah, kalian tau burasa'? Semacam makanan khas orang-orang bugis yang menjadi ikon lebaran. Mungkin di tempat-tempat lain juga ada makanan jenis ini tapi berbeda nama.
Well, burasa' dibuat dari ketan yang dicampur dengan santan (yg sudah dimasak) kemudian di bungkus dengan daun pisang, ada dua jenis daun pisang yang digunakan, pertama daun pisang yang masih muda atau pucuk sebagai bungkusan pertama, nah bungkusan pertama ini ukurannya kecil, sekitar dua-tiga jari dan yang kedua daun pisang yang sudah agak tua dan lebar untuk membungkus beberapa bungkusan kecil menjadi satu.
Bungkusan besar inilah kemudian yang diikat dan dimasak dalam waktu lama, kalian tau berapa lama menunggu untuk burasa' agar bisa disantaP? 6-8 jam vroh, lumayan lama bukan? Tapi apalah arti menunggu untuk sesuatu yang menjadi #alasankenapakitamudik :D.
Selain di masak dalam waktu lama, makanan satu ini juga dimasak dengan tingkat panas (besar api/suhu) yang standar, tidak besar juga kecil, sekali saja pengaturan besar api tidak stabil, maka alamat burasa' akan gagal. Bayangkan bagaimana rasanya melewati proses pembuatan, menunggu tapi kemudian hasilnya gagal karna proses yang salah? Ah, apalah kita manusia hanya bisa berikhtiar (ini ngomongin apa sih?) Haha.
Burasa' biasanya disantap bersama pejabu' (abon ikan) atau dengan poteng (tape ketan), lebih nikmat ditemani secangkir teh hangat, dan dikelilingi orang-orang tersayang.ahhh...... kelar perkara :D
Sebagai gadis Bugis (yang hilang), membuat burasa di setiap lebaran baik idul fitri ataupun idul adha adalah tradisi yang dirindukan, bagaimana tidak, setiap pembuatan buras kami sekeluarga berkumpul didapur mengerjakan tugas masing (semacam latihan tim sesuatu), biasanya aku dan Ewi (si anak tengah) mengisi daun kecil, Kholis (anak bungko/bungsu) mengatur daun2 yang sudah terisi, Mamak menyusun yang kecil menjadi bugkusan besar, dan Bapak yang mengikat, ini tugas yang ajeg, berkali-kali aku mencoba mengatur kedalam yang ukuran besar ada saja kurangnya, begitu juga ketika mencoba meningat selalu saja kurang pas, kalo bukan kendor ya kekencengan. Oiyah gaes, mengikat burasa' juga ada tekniknya lho, harus pas, tidak terlalu lingfar juga tidak kencang, karna jika kendor bisa dipastikan buras yang kita masak akan lembek, begitu juga kalo kencang buras akan mentah meskipun waktu memasaknya sudah lama.
Dari burasa, gadis Bugis (yang hilang ini) belajar banyak hal.
Pertama, burasa' dibuat dari bahan-bahan pilihan, ketan yang dipilih haruslah ketan dengan kualitas terbaik, dicuci dengan sangat bersih (agar tidak mudah basi), santan yang digunakan harus dimasak dengan baik sampai kental dan nampak sedikti bermbinya, daun pisang yang digunkaan haruslah dijemur terlebih dahulu agar mudah ditekuk. Dari ini kita belajar bahwa hal2 baik selalu berisikan yang baik, komposisi niat, tindakan, proses seyogyanya sudah dipilih dan dipilah kualitasnga. Tetntu saja yang terbaik yang dipilih.
Kedua, proses memasaknya yaang melibatkan baanyak orang, melatih kita untuk dapat kooperatif, bekerja di dalam tim dan kompak.
Ketiga,prosesnya yang panjang dan detail, mengajarkan kita bahwa proses adalah kunci dari sebuah perjalanan, ikatan tak boleh terlalu longgar ataupun ketat mengajarkan kita bahwa hal2 baik haruslah sesuai porsinya tidak kurang juga tidak berlebihan, suhu panas stabil juga mengajarkan kita tentang "yang membara" kadang menghanguskan dan "yang terlalu kecil" kadang tak memberi pengaruh apa-apa.
Proses memasak yang lama juga mengajarkan bahwa, sesuatu yang baik tak terburu-buru, butuh kesabaran dalam menanti, hal-hal terbaik datang pada waktu yang tepat dan tak selaalu berarti cepat.
Keempat, buras umumnya disajikan pada moment2 istimeawa, mengapa? Karena yang istimewa hanya untuk yang istimewa :).

Ok, lama belajar tentang burasa. Mari santap buras yang masih hangat ini.

#alasankenapakitamudik
-mozaiknasional.wordpress.com
-cinikizai.wordpress.com
-samawainsight.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar