Jumat, 15 Juli 2016

Fi ayyi ardhin tazro'

Beberapa hari yang lalu, Kholis dan Bapak memanen sawo di halaman rumah kami. Tidak banyak pohon yang tumbuh di sekitar rumah, mengingat rumah kami sangat dekat dengan laut, tidak banyak tumbuhan yang bisa hidup di kadar garam  dan ketika air laut pasang maka bisa dipastikan selokan besar di depan rumah juga ikut penuh.
Sawo adalah satu-satunya pohon yang produktif di halaman, sejak dulu momen memanen buah sawo adalah momen yang special menurutku, pertama karena kami memanennya bergotong royong berlima (Bapak, Mamak, Saya, Ewi dan Kholis) dengan tugas masing-masing. Kedua, karena rasa buahnya, sama dengan sawo pada umumnya, sawo kamipun bertekstur sedikit kasar dan manis, akan tetapi yang menajdikannya istimewa adalah ada sedikit rasa asin disetiap gigitannya, jadi sensasi manis-manis asinnya lah yang menjadikannya istimewa.
Kenapa tulisan ini saya beri judul “fi ayyi ardhin tazro’ (di atas tanah mana kau menanamnya)” ? sawo asin di halaman rumah itu mengingatkan saya akan nasehat Buya Zul (the man who I admire so much) tentang tanaman dan tanah, salah satu nasehat yang paling terngiang adalah analogi beliau tentang pertumbuhan tanaman di tanah dengan menganalogikan tumbuh kembang manusia di lingkungan sosialnya. Beliau selalu menekankan bahwa anak didik yang telah menyelesaikan masa belajarnya di intitusi tertentu bukanlah barang yang siap memenuhi ekspektasi orang tua dan masyarakat secara utuh, melainkan mereka masih harus terus berproses, nah proses selanjutnyalah yang menentukan mereka mampu bertahan hidup atau tidak. Beliau menganalogikan seperti ini, anak-anak yang dididik di sekolah atau pesantren ibarat benih yang sedang disemai, sebelum ditanam di ladang, sawah ataupun kebun tertentu.
Setelah proses pembibitan maka keadaan tanah sawah tersebutlah yang akan menentukan si benih yang ditanam akan subur atau tidak, akan berbuah dengan baik atau tidak, akan rindang atau tidak. Sawah yang tanahnya gembur, airnya cukup, sinar mataharinya memadai akan menjadikan benih yang ditanam tumbuh dengan baik, berbuah dan rindang, akan tetapi tanah yang gersang dan kering akan menjadikan benih yang ditanam juga pertumbuhannya lambat, berbuahpun tidak sebanyak yang ditanam di tanah sebelah. 
Seperti tumbuhan, begitulah manusia yang tumbuh kembangnya dipengaruhi oleh lingkungan tempat dia berada, meskipun hal ini tak selamanya mutlak adanya. Tidak dapat dipungkiri bahwa lingkungan memberikan pengaruh terhadap tumbuh-kembang sesorang. Seseorang yang lahir, besar dan berkembang di lingkungan yang positif akan menerima afirmasi-afirmasi berbentuk positif yang kemudian membentuk pribadi yang juga positif. Hal ini sepertinya juga berlaku untuk sebaliknya.
Fii ayyi ardhin tazro’, sama halnya dengan sawo di halaman rumah yang asin karena kandungan garam tanahnya, sikap toleransi, saling menghargai, gotong royong,  jujur dan sikap-sikap lainnya juga didapat dari perlakuan lingkungan terhadap diri seseorang. Mari berkontribusi terhadap lingkungan positif untuk orang lain Karena…
There are many good people in the word, if you cant find one, be the one.

#alasankenapakitamudik
- mozaiknasional.wordpress.com
- cinikizai.wordpress.com
- samawainsight.blogspot.com

Rumah, 15 Juli 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar